Sebelum masuk ke kasus tentang perlindungan konsumen saya akan sedikit
membahas apa itu perlindungan konsumen, berikut simak hal-hal yang perlu kita
ketahui tentang perlindungan konsumen :
1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau
badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
4. Barang adalah setiap benda baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Setelah
kita mengetahui apa itu perlindungan konsumen, konsumen, pelaku usaha, dan
barang, saya akan memberikan contoh kasusnya, berikut simak beritanya.
SENIN,
05 MEI 2014 | 17:04 WIB
Jual Bakso Daging Celeng, Pria Ini Dipidanakan
Petugas dari Suku Dinas
Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menunjukan merek bakso yang mengandung
daging babi di mobil laboratorium, Tomang, Jakarta Barat,Jumat (14/12).
TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat.
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pedagang
daging giling terbukti menjual daging celeng yang disamarkan sebagai daging
sapi. Daging giling itu biasa digunakan untuk bahan baku bakso. "Sudah
diperiksa di laboratorium, hasilnya memang benar itu daging celeng," kata
Kepala Seksi Pengawasan dan Pengendalian Suku Dinas Peternakan dan Perikanan
Jakarta Barat, Pangihutan Manurung, Senin, 5 Mei 2014.
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
LINDA HAIRANI
Menurut Pangihutan, instansinya mendapat laporan tentang penjualan daging celeng di di Jalan Pekojan III Tambora, Jakarta Barat. Penjualnya bernama bernama Sutiman Wasis Utomo, 55 tahun. "Laporannya pekan lalu, dan langsung kami tindaklanjuti," kata Pangihutan.
Sutiman selama ini dikenal sebagai pengusaha rumahan yang menjual bakso olahan untuk penjual bakso keliling. Sehari setelah laporan masuk, seorang pegawai Suku Dinas Peternakan membeli bakso tersebut dan memeriksanya di laboratorium. Hasil pemeriksaan menyatakan daging bakso itu mengandung daging babi hutan atau celeng.
Kepada para anggota tim pengawasan dari Suku Dinas Peternakan, Sutiman mengaku membeli daging tersebut dari seorang lelaki bernama John, yang berdomisili di Cengkareng, Jakarta Barat. Anggota tim saat ini sedang melacak arus distribusi bakso olahan Sutiman.
Menurut Pangihutan, daging celeng yang dijual Sutiman tak melalui pengawasan oleh Suku Dinas Peternakan. Celeng tersebut diburu di berbagai daerah di Pulau Jawa dan langsung dipasarkan secara terselubung. "Tak ada jaminan daging yang dipasarkan itu sehat dan layak dikonsumsi," katanya.
Atas perbuatan tersebut, Dinas Peternakan melaporkan Sutiman ke Polsek Penjaringan. Dia dijerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sutiman dianggap menipu konsumen karena tak menyebutkan bahan baku sebenarnya dan mengabaikan standar kesehatan. "Dia melanggar karena tak melewati proses pengawasan dengan menggunakan babi dari rumah potong dan berterus terang kepada pembeli," kata Pangihutan.
LINDA HAIRANI
Analisis
:
Dapat
kita lihat di kasus ini terjadi dimana penjual daging ini tidak mengatakan
kepada konsumennya bahwa daging yang dia buat menjadi bakso itu adalah daging
celeng. Kita harus ketahui bahwa hak konsumen adalah hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Dan konsumen
akan sangat dirugikan sekali bila mereka mengetahui bahwa daging yang dibelinya
itu tidak sesuai dengan kemasannya yang tertulis daging sapi.
Dan
sebagai pelaku usaha seharusnya penjual daging ini memberikan informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi barang yang dijualnya. Pelaku telah melakukan
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dimana ketidaksesuaiaannya isi barang
dengan label kemasannya yang dituliskan daging sapi padahal didalamnya daging
celeng.
Seperti
yang dikatakan berita diatas, pelaku terjerat Pasal 62 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, pasa ini berisikan bahwa :
1.
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah).
2.
Pelaku
usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf
f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Referensi :
0 Komentar